Jakarta, eMaritim.com
Peserta FGD
Focus Group Discussion ini sekaligus sebagai lanjutan dari Instruksi Menteri Perhubungan no.6 tahun 2017, dengan Kepala BPSDM Perhubungan yang menjadi Pengawas kegiatan yang Dilaksanakan oleh Ketua STIP dan merupakan rangkaian untuk meningkatkan mutu pendidikan di lingkup Kementerian Perhubungan.
Kebutuhan akan landasan yang kuat dalam mewujudkan Negara Maritim mutlak dibutuhkan bangsa dan negara ini sebelum terlalu jauh melangkah ke aspek komersial dan industri lainnya yang sifatnya sangat fluktuatif. Adalah sektor Hukum Maritim dan Sumber Daya Manusia yang seharusnya menjadi prioritas utama pemerintah dalam mewujudkan mimpi dan angan angan menjadi negara maritim yang hebat.
Sangat ironis bahwa negara ini belum memiliki Undang Undang Maritim yang akan menjadi payung hukum semua instansi dan semua aturan yang bermuara di lautan NKRI yang luasnya 2/3 wilayah negara. Pemerintah diyakini masih belum menyadari bahwa Undang Undang yang ada selama ini masih tumpang tindih antara urusan kelautan dan maritim, UU 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, UU nomor 45 tentang perikanan dan Peraturan lainnya masih terkotak kotak dalam wadah UU yang berbeda. Tidak bisa dipungkiri pada akhirnya terjadi kesimpang siuran dalam perebutan kekuasan di laut yang berujung kepada ekonomi biaya tinggi, tidak kurang dari 10 instansi yang merasa berwenang dan memiliki otoritas di laut karena masing masing digawangi oleh peraturannya. Air laut yang semestinya asin berubah menjadi manis yang pada ujungnya akan menjadi pahit buat semua end user alias masyarakat pengguna barang yang diangkut kapal.
Nara Sumber
Kebutuhan akan SDM yang tangguh dipaparkan oleh Capt Sahattua P Simatupang MM.MH dengan mengadopsi kepada kemajuan teknologi dan industri yang akan dituju oleh para lulusan Sekolah Pelayaran. Jika selama ini pendidikan berorientasi kepada pekerjaan untuk posisi diatas dikapal, maka pengembangan program lain di lingkup pelayaran itu sendiri sudah menjadi suatu keharusan, agar kebijakan maritim dan undang undang maritim di tulang punggungi oleh insan maritim yang dihasilkan sebuah Universitas Maritim yang belum pernah ada di Negara NKRI. Maritim tidak sekedar kapal dan palaut, walau mereka adalah lakon utama, tetapi masih ada bisnis warehousing, cargodoring, bongkar muat, Ship's management, Chartering, Ship's safety, Ship's insurance dan masih banyak bidang yang bisa dijadikan program pembelajaran tingkat akademi ataupun lanjutan.
Inilah 2 ironi negara Kepulauan Republik Indonesia, tidak memiliki Undang Undang Maritim dan tidak Memiliki Universitas Maritim. Pada akhirnya kita terjebak kedalam business game raksasa industri pelayaran dan pelabuhan dunia, dimana kita terpaksa menerima karena ketidak tahuan dan keterpaksaan atas keinginan menjadi negara maritim, we woke up with the wrong foot.
Sementara itu Laksamana Muda Estoe Prabowo Msc, yang dahulu juga bersekolah di AIP/PLAP (nama STIP dahulu) lulusan tahun 1986 (Angkatan 25 AIP/PLAP) memaparkan pentingnya aspek pembinaan mental dalam dunia pendidikan. Bahwa Keras tidak sama dengan Kekerasan menjadi hal yang menarik dibahas. Tidak dipungkiri bahwa pekerjaan apapun membutuhkan disiplin dan jatidiri yang baik. Pembentukan mental ditingkat Perguruan Tinggi menjadi salah satu kunci keberhasilan dan karakter seseorang dalam berkarir. Sulit membayangkan seorang Perwira Pelayaran diatas kapal berjiwa klemar klemer dan tidak mampu memimpin. Pendidikan di STIP tetap harus memiliki karakter tetapi tidak boleh mengubah apa tolerir kekerasan didalamnya, serta harus mampu mengantipasi perkembangan jaman dimana kedepannya para SDM akan berkompetisi dengan Autonomous technology tidak hanya dengan SDM negara lain.
Pembicara terakhir dalam diskusi tersebut adalah Lisda Satria, seorang yang sangat aktif di bidang pengembangan SDM dari DPP INSA (Asosiasi Pemilik Kapal di Indonesia). Dia menjelaskan mengenai ekspektasi industri terhadap SDM sekolah pelayaran dalam perpektif perusahaan pelayaran di Indonesia. Bahwa industri membutuhkan para lulusan yang dihasilkan sudah memiliki pengalaman dan taste yang dihasilkan dari pendidikan berkarakter industri seperti yang di lakukan STIP.
Kepala BPSDM Perhubungan
Keluarga Almarhum Amirullah
HUT ke 60 CAAIP kali ini terlihat berbeda, keinginan kuat menjadi lebih baik dan lebih bergandengan tangan dengan sesama insan maritim terasa bersahaja dengan melakukan acara yang sederhana dan sangat bermanfaat. Semboyan Together We Build, Together We Can semoga bisa menjadi pemeran penting kemajuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (ZAH)