Jakarta 21 Agustus 2017, eMaritim.com
Tanggal 21 Agustus dipilih sebagai Hari Maritim Nasional dengan dasar sebagai peringatan kemenangan Indonesia atas Angkatan Laut Jepang pada tanggal tersebut di tahun 1945, dan mengambil kembali kedaulatan laut Indonesia pada saat itu.
Perjalanan waktu membawa bangsa Indonesia kembali memalingkan haluannya kepada maritim di saat Presiden Joko Widodo mendeklarasikan sesaat setelah kemenangan nya dalam Pemilihan Umum Presiden yang lalu.
Lalu bagaimana kabar kedaulatan maritim sekarang, yang dahulu direbut dengan taruhan darah para Pahlawan Kemerdekaan. Apakah para pelaku maritim sudah merasakannya?
Banyak pertanyaan yang bisa ditujukan apabila maritim sebagai kata kuncinya.
Pertanyaan pertama yang mendasar adalah apa kita memiliki Undang Undang Maritim? Universitas Maritim, dan Menteri Maritim? Sayang ketiga hal tersebut belum kita miliki. Dan mungkin belum dipahami oleh sebagian masyarakat Indonesia.
Sebelum kita larut dalam euforia Maritim, ada baiknya memahami apa arti maritim itu sendiri.
Berasal dari bahasa Latin, maritim memiliki arti sebagai suatu kegiatan yang berhubungan dengan laut, seperti Pelaut, Transportasi Laut, Explorasi laut, sejarah dan aturannya di dunia ini dibawah rezim IMO (International Maritime Organization) sebuah badan di bawah Perserikatan Bangsa Bangsa.
Selanjutnya, ketika kita berbicara soal kelautan dalam konteks pemerintahan yang sekarang ada di Kementerian Kelautan dan Perikanan, itu bukan berbicara maritim, tapi kelautan. Rezim yang mengaturnya pun beda dari IMO tetapi lebih kepada UNCLOS.
Ketika Pemerintah berfikir jauh tentang potensi kelautan dengan sumber daya lautnya, pembentukan Menteri Kelautan dan Perikanan adalah sebuah hal yang mungkin tepat. Tetapi ketika berbicara mengenai kegiatan maritim itu sendiri yang berkaitan dengan program pemerintah Tol Laut dan Poros Maritim, bidang yang paling tepat membawahinya adalah Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, bukan setingkat Menteri seperti di Jaman akhir Orde lama dan awal Orde baru. Sebagian kalangan masih menganggap Ali Sadikin adalah Menteri Maritim terbaik yang pernah ada.
Undang undang maritim sampai saat ini pun masih belum ada. Yang ada adalah Undang Undang Pelayaran no. 17 tahun 2008 yang mengatur tentang tata cara Pelayaran dan kaitannya dengan IMO sebagai badan dunia di PBB yang mengaturnya.
Tengoklah didalam Undang Undang Pelayaran, berapa banyak pasal yang berbicara soal Sumber Daya Manusia nya? Seperti diketahui bahwa pelayaran adalah Tentang Pelaut dan Kapalnya, mengenai kapal sudah diatur dalam Undang Undang, sementata buat Lakon Utama itu sendiri masih belum ada sampai saat ini.
Di dunia pendidikan sendiri kita mengenal Perguruan Tinggi Pertanian, Perguruan Tinggi Administrasi, dan Perguruan tinggi yang lain. Apakah sudah ada wacana mengenai Perguruan Tinggi/ Universitas Maritim yang didalamnya terdiri dari berbagai macam fakultas baik yang berhubungan dengan maritim atau kelautan.
Belum banyak hal yang bisa dibilang berhasil dari sisi maritim nya untuk sebuah negara yang mengaku bangsa maritim. Sebuah Pekerjaan Rumah yang sebaiknya dikerjakan bersama sama para professional ketimbang menjadi dagangan politik yang akan bisa berujung kegagalan. Masih ada persoalan pembentukan Sea And Coast Guard, Deifisit neraca berjalan dibidang Jasa Perkapalan ekspor impor, Tenaga kerja Pelaut dan kedaulatan laut negara dan daerah yang belum dimaksimalkan. Lalu masalah perlintasan kapal kapal asing di Selat Sunda, Pemanduan Selat Sumatera (masih jadi bangsa penakut dengan menyebut Selat ???l?? ?) dan daerah perlintasan kapal kapal asing lainnya.
Kedaulatan Maritim, tanpa campur tangan Insan Maritim yang pernah hidup menghirup udara laut dan merasakan asin nya garam akan sulit dicapai. sesulit orang membedakan arti maritim dengan kelautan.(zah)