Surabaya eMaritim.com
Peraturan Menteri Perdagangan nomor 82 Tahun 2017 yang akan diberlakukan April 2018 adalah sebuah berkah bagi dunia pelayaran, kepelautan serta industri galangan dan semua yang berkaitan dengan kapal. Inilah obat mujarab bagi kemajuan Indonesia yang sedang berusaha menjadi negara maritim kembali, bahwa industri pelayaran lebih membutuhkan peraturan yang mendukungnya ketimbang hal lain.
Perjuangan panjang yang dilakukan oleh DPP INSA yang terus konsisten dengan program Beyond Cabotage sudah mulai memperlihatkan titik terang. Ini bisa jadi kado terbaik buat organisasi pimpinan Carmelita Hartoto yang pada tahun ini genap berusia 50 tahun. Walau masih harus menunggu keputusan Kementerian terkait lainnya terutama yang berkaitan dengan Pajak, Keuangan dan Perhubungan tetapi Permendag nomor 82 bisa dianggap sebagai tonggak sejarah kembalinya asa negeri memiliki Flag Ship yang berlayar keliling dunia seperti dijaman kejayaan Djasagetri.
Seperti kita ketahui bahwa industri Batubara dan Palm Oil adalah adalah primadona ekpor Indonesia dengan jumlah ekspor masing masing komoditi tersebut mencapai angka 27 juta Ton untuk Palm Oil dan 333 juta ton untuk Batubara (data 2016). Besarnya angka angka tersebut jika di konversikan kedalam dunia pelayaran akan berubah menjadi sebuah hitungan yang mengejutkan. Dengan total jumlah muatan tersebut adalah 360 juta Ton setahun, maka akan banyak hal yang bisa dilakukan bagi dunia maritim Indonesia.
Untuk mengangkut seluruh muatan sebanyak 360 juta ton setahun jika mengunakan kapal Handymax berukuran 40.000 ton, maka akan butuh 9000 trip dalam setahun, yang berarti membutuhkan 24 shipment dalam seharinya secara terus menerus sepanjang tahun. Dengan waktu pemuatan rata-rata 3 hari, dan target negara ekspor rata rata berjarak 10 hari pelayaran dari Indonesia (pp 20 hari), plus waktu bongkar muatan dinegara tujuan selama 3 hari. Maka kapal yang membawa muatan 40.000 ton tersebut hanya bisa melakukan 1 round trip selama 26 hari. Artinya kapal ukuran Handymax 40.000 ton tersebut hanya mampu membawa 40.000 x 12 dalam setahun atau setara dengan 480.000 ton. Maka untuk melayani seluruh muatan tersebut dibutuhkan tambahan kapal sebanyak 750 kapal seukuran 40.000 Ton DWT, tentu ini sebuah tantangan dan berkah ketimbang melihatnya sebagai hambatan.
Sebuah potensi maha dahsyat apabila pemerintah sadar akan hal tersebut, kendala pasti ada dan hal tersebut bukanlah tanpa solusi kalau semua pihak melihat ini sebagai Multiplier Effect kemajuan ekonomi nasional. Akan ada ratusan kapal yang diawaki oleh Pelaut Indonesia, hidupnya galangan kapal, industri komponen, dan majunya daerah daerah penghasil komoditas tersebut.
Apa yang menjadi kendala teknis dan regulasi sebaiknya dipisah dan diserahkan kepada pihak pihak yang kompeten untuk mengurusinya. Aturan mengenai ekspor barang dalam skema CIF (Cost, Insurance dan Freight) dan Impor dalam skema FOB (Free on Board) sudah lama dipercaya sebagai stimulan yang akan mampu mengembalikan kejayaan pelayaran Indonesia.
Kerjasama teknis antara pihak galangan kapal, pelayaran dan importir barang juga sudah harus dimulai dari sekarang. Jika mengacu kepada komoditas ekspor 2 jenis barang tersebut, peluang memaksimalkan utilisasi kapal ada di kapal pengangkut batubara. Pembuatan kapal Pengangkut Dry Bulk harus bisa dikombinasikan menjadi kapal pengangkut kebutuhan impor Indonesia yang umumnya dalam kemasan Kontainer atau General Cargo. Disini akan terjalin kerjasama antara ship's builder, Ship's owner dan Shipper yang akan memudahkan pihak pemberi dana dalam melihat masa depan investasi pembuaan kapal di segmen ini.
Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, cadangan batubara Indonesia masih akan cukup untuk waktu 83 tahun kedepan, sementara minyak kelapa sawit dimana Indonesia bersama Malaysia menguasai sebanyak 85-90 persen produksi minyak sawit dunia akan terus ada selama kita memperhatikan tata cara pengelolaan yang baik.
Keberatan beberapa pihak atas kesanggupan pelayaran Indonesia (INSA) sudah pernah terjawab saat beberapa tahun lalu INSA memprakarsai Azaz Cabotage, dimana penggunaan kapal untuk kegiatan didalam negeri harus mempergunakan kapal Indonesia. Dengan membuat Roadmap yang baik, maka data kepal yang dibutuhkan versus kemampuan pelayaran Indonesia dalam melayaninya akan bisa sepadan dalam beberapa tahun kedepan.
Penghargaan dan apresiasi patut diberikan kepada pihak-pihak yang dengan konsisten terus memperjuangkan kembalinya kejayaan pelayaran Indonesia, Sebagai organisasi yang mapan dan memiliki ratusan anggota perusahaan pelayaran, kerjasama INSA dengan pemerintah sudah sangat baik terjalin selama ini. Kita sudah lama merindukan hadirnya kembali Flag Ship Indonesia berlayar keliling dunia dengan bendera Merah Putih berkibar di tiangnya,(zah)