Jakarta 7 Oktober 2017, eMaritim.com
Ketika Suatu keahlian manusia dipandang sebagai sebuah COST oleh para raksasa industri teknologi, maka yang akan terjadi adalah sebuah perubahan peradaban dan aturan secara global. Jika dahulu keahlian manusia dalam beberapa hal seperti membuat rokok, merakit mobil, menjadi kasir dan sekretaris mulai tergantikan oleh teknologi sebagian orang mengira that's it, dan tidak mungkin bisa lebih jauh lagi robot menggantikan peran manusia.
Lalu jika sebuah manufacturer raksasa sekelas Roll's Royce, Kongsberg dan para kompetitor mereka dibidang tersebut sibuk merancang Autonomous Ship, mungkin sebagian kita mengatakan; bagaimana bisa kapal berlayar tanpa awak?
Kapal tanpa awak sekarang ini bukan masalah bisa atau tidak, ini adalah masalah kapan kapal tersebut benar benar muncul dan merubah wajah pelayaran dunia dan semua peraturan yang pernah ada.
Sebuah kapal tanpa awak sedang dipersiapkan di Yara Birkeland, dan direncanakan mulai berlayar pada tahun 2018, sementara khusus melayani muatan fertilizer di selatan Norwegia. Walaupun secara harga kapal tersebut 3 kali lebih mahal dari kapal konvensional, tetapi biaya ioperasionalnya bisa 90% lebih murah karena dipersiapkan untuk berlayar tanpa crew dan menggunakan listrik. Mempunyai kapasitas 100-150 kontainer, kapal tersebut akan menjalani Trial selama 5 tahun sebelum benar benar berlayar bebas. Pada masa itu tentu peraturan yang memayunginya sudah harus ada, karena semua kapal saat ini memiliki peraturan internasional yang sama.
Beberapa perusahaan Jepang dan Inggris diketahui berinvestasi ratusan juta dollar didalam tehnologi ini. Tetapi menghilangkan awak kapal yang berpengalaman akan beresiko kepada ketidak mampuan kapal dalam menanggulangi kecelakaan yang memiliki berbagai macam kemungkinan, merubah aturan yang sudah ada juga bukan perkara mudah. Tetapi jika kita menengok kebelakang, hal hal yang dahulu dianggap mustahil, sekarang adalah kenyataan. Kemajuan teknologi sudah banyak memberikan dampak positif buat manusia, tetapi berdampak negatif buat yang tergantikan.
Hal tersulit yang masih tersisa secara tehnikal untuk kapal tanpa awak adalah sistem redudancy, dimana saat sebuah kapal tanpa awak rusak ditengah samudra dan kehilangan power sehingga hilang kontak dengan operatornya yang mungkin berjarak ribuan kilometer dari posisi kapal. Pada kapal konvensional, crew kapal bisa memperbaiki kerusakan kapal dan sistem pertolongan yang selama ini dipraktekkan tetap bisa dipertahankan.
Kabar buruknya buat pelaut adalah bahwa kapal tanpa awak ini dikatakan bisa mengurangi kecelakaan kapal yang selama ini banyak terjadi. Study di European Maritime Safety Agency mendapati bahwa 62% dari 880 kecelakaan secara global di tahun 2011-2015 disebabkan oleh Human Error Action. Sebuah alarm untuk seluruh pelaut dalam meningkatkan skill dan membuktikan bahwa Seafarers are Irreplaceable (Pelaut adalah tidak tergantikan).(zah)