Jakarta, 21 April 2018
Tidak banyak orang di Indonesia pernah membayangkan bahwa akan ada seorang nakhoda kapal wanita sebelum tahun 70an. Mitos bahwa wanita tidak mampu melakukan pekerjaan yang keras dan beresiko itu diruntuhkan oleh Entin Kartini muda, seorang wanita yang pada tahun 1966 masuk ke sekolah Akademi Ilmu Pelayaran yang dianggap sekolah para lelaki. Pada 26 Desember 1991, Entin Kartini dipercaya menakhodai KM AWU milik PT Pelni dan melayarkannya dari Jerman ke Indonesia. Maka jadilah ia dicatat dalam sejarah sebagai Nakhoda Wanita Pertama di Indonesia.
Berjalannya waktu, bermunculanlah wanita wanita tangguh yang hidup di jalur berbeda dari umumnya kaum wanita, sampai akhirnya mereka mampu membentuk sebuah wadah yang mempersatukan mereka bernama Indonesian Female Mariner (IFMA 2016).
Beberapa tahun terakhir masih terdengar keras bahwa diskriminasi terhadap pelaut wanita tetap ada, terutama buat pelaut wanita dengan kualifikasi ANT-3, ATNT-4, ATT-3, ATT-4, Ratings dan jabatan jabatan untuk kapal interinsuler lainnya, bahkan pemukulan pelaut wanita oleh rekannya yang laki-laki.
Dalam kesempatan beraudiensi dengan beberapa kementerian, IFMA mengeluhkan soal sulitnya mendapatkan peluang pekerjaan yang setara dengan kolega mereka yang laki-laki. Disinilah putusnya mata rantai pengkaderan anak bangsa. Di level pendidikan dan sekolah, kesetaraan gender berlangsung dengan sangat baik. Khusus di sekolah-sekolah pelayaran semua mata pelajaran, metode pendidikan dan cara hidup sudah disesuaikan dengan standar industrinya (IMO) tanpa melihat laki atau wanita. BPSDM Perhubungan sudah beradaptasi dengan sangat baik terhadap kemajuan teknologi dan penerapan nilai nilai kemanusiaan serta kebangsaan yang baik.
Campur tangan BPSDM tentu tidak bisa dilakukan lebih lanjut apabila sang siswa sudah meninggalkan bangku sekolah, dan domain itu beralih kepada DITJEN Hubla/ Kasubdit Kepelautan atau dalam konteks lebih luasnya juga kepada DEPNAKERTRANS. HUBLA bukannya tidak pernah melakukan usaha untuk memperbaiki keadaan para pelaut wanita, mereka pernah mengeluarkan edaran bernomor no.UM.003/80/9/DJPL-1 (Tentang pemenuhan/pemberian hak hak pelaut perempuan) dan juga edaran Dirkapel no. UM.002/89/3/DK-17 (Tentang pemenuhan/pemberian hak hak pelaut perempuan). Tetapi hal tersebut lagi lagi berpulang kepada perusahaan pelayaran pemilik kapal, apakah mau memakai ABK wanita atau tidak. Presiden yang diharapkan lebih melihat ke akar rumput di industri maritim negerinya sayangnya belum sadar akan hal ini.
Dalam sambutan Capt Suarniati M.Mar (Ketua IFMA) di Cirebon pada peluncuran kapal pertama yang seluruhnya diawaki wanita milik PT Pelayaran Karya Lentari Perdana Balikpapan, dan bekerjasama dengan Perusahaan Manning Agency PT Mitra Samdura Sejati Jakarta mengatakan;
"Negara ini mau menjadi poros maritim, tetapi sayangnya dengan pelaut Presiden belum pernah beraudiensi. Negara dimana lahirnya Laksamana Malahayati, tapi diskriminasi terhadap pelaut wanita masih jelas terjadi. Kami para srikandi IFMA 2016, berdoa semoga semakin banyak perusahaan pelayaran yang membuka pintu buat kami, semakin banyak para pemilik perusahaan pelayaran yg memiliki pola pikir maju.
Selanjutnya Captain Suarniati M.Mar menantang pemerintah untuk memberikan salah satu kapalnya (Sabuk Nusantara) untuk diawaki seluruhnya oleh wanita dan meminta pemerintah mengundang mereka untuk berdialog dengan Presiden mengenai kemampuan pelaut wanita.
Sejarah mencatat di Hari Kartini 21 April 2018, Indonesia memiliki sebuah kapal (PSL Baldwin) yang seluruhnya di awaki oleh wanita. Para pelaut wanita pun membawa serta patron mereka, panutan para pelaut wanita se Indonesia yang tak lain adalah Capt Kartini yang sekarang berusia 70 tahun. Dalam sambutannya yang sangat emosional, Capt Kartini merasa bangga bahwa mimpi 52 tahun lalu bisa menjadi kenyataan, sebuah kapal dengan 1 set crew wanita wanita pemberani Indonesia.
Selamat Hari Kartini buat Captain Kartini, Capt Suarniati, Ch.Engineer Finy, ABK Kapal PSL Baldwin, dan pelaut wanita Indonesia lainnya.(jan)