Crude Palm Oil (CPO) | Istimewa |
Oke Nurwan, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemdag) menuturkan, regulasi ini dibuat guna meningkatkan daya saing industri pelayaran nasional di kancah dunia. Selain menggunakan angkutan laut nasional, regulasi yang ditetapkan pada 26 Oktober 2017 ini juga akan mewajibkan ekspor dua komoditas tadi menggunakan asuransi dari perusahaan dalam negeri.
"Secara prinsip, pemerintah mendorong penggunaan jasa angkutan dan asuransi Indonesia untuk digunakan di perdagangan internasional," kata Nurwan, seperti dikutip kontan.co.id, Senin (11/12/2017).
Sementara untuk kegiatan impor, Pemerintah melalui Kemdag baru menerapkan impor beras dan kegiatan pengadaan barang pemerintah yang diwajibkan menggunakan angkutan laut dan asuransi nasional dalam regulasi ini. Jika melanggar, para eksportir dan importir akan dikenakan sanksi mulai dari pembekuan hingga pencabutan izin.
Meski demikian, jika angkutan laut dan asuransi nasional dirasa belum mencukupi kebutuhan kegiatan ekspor impor ini, pelaku usaha masih dapat menggunakan jasa dari perusahaan asing.
"Tapi secara umum, Indonesian National Shipowners' Association (INSA) dan Asosiasi Asuransi mendukung kebijakan tersebut dan berharap bisa segera diimplementasikan," sambung Nurwan.
Beleid atau regulasi ini akan mulai dilaksanakan 26 April 2018. Nurwan menambahkan, ke depannya tak hanya CPO, batubara, dan beras yang akan diwajibkan, melainkan seluruh komoditas utama nasional.
"Iya kita dorong yang lain, intinya agar industri jasa angkutan dan asuransi dapat didorong berkiprah di kancah internasional," kata Nurwan.
Walau berupaya mendorong daya saing industri unggulan nasional, Nurwan mengakui Kemdag belum membicarakan soal ada atau tidaknya insentif. "Soal insentif belum dibicarakan," ucapnya.
Dilansir dari kontan.co.id, Ketua Umum INSA, Carmelita Hartoto menyambut baik terbitnya Permendag Nomor 82 Tahun 2017. Ia menuturkan, regulasi Kemdag tersebut merupakan lanjutan dari Paket Kebijakan Ekonomi XVI yang diterbitkan Presiden Joko Widodo bulan Juni 2017 yang menyoroti beyond cabotage.
Sebagai gambaran, kegiatan ekspor-impor di tahun 2016, kapal asing masih mendominasi hingga 93,7%, sedangkan aktivitas ekspor-impor menggunakan kapal berbendera Indonesia hanya 6,4%. Meski terbilang kecil, Carmelita menjamin industri pelayaran nasional bisa memenuhi kebutuhan kegiatan ekspor-impor, sebab pertumbuhan kapal nasional cukup pesat.
"Salah satu tolok ukur kemampuan pelayaran nasional itu bisa dilihat, misalnya dari pertumbuhan kapal nasional kita yang cukup melesat sejak diterapkannya asas beyond cabotage. Saat ini, jumlah kapal kita sudah mencapai 20.000-an lebih," pungkasnya.(*)