» » Pemahaman Neraca Komoditas dan Kebijakan Adalah Kunci Sukses Angkutan Laut

Jakarta 22 September 2017, eMaritim.com

Kabar rontoknya Ferry Roro jurusan Bitung ke Davao pp pada pelayaran perdananya menyisakan pertanyaan yang paling mendasar, apakah waktu selama 5 tahun sejak pertama kali dicanangkan (2012) sampai pada pelayaran perdananya April 2017 tidak dilakukan perencanaan dengan membuat daftar Neraca Komoditas ? Sangat disayangkan bahwa keberadaan kapal Ferry yang diresmikan Presiden dan diharap mengangkat perekonomian daerah bahkan tidak sanggup melakukan pelayaran yang kedua dan seterusnya.



Ditempat lain, pada pertengahan September 2017 Sebuah kapal Tol Laut yang melayani trayek T-6 jurusan Tanjung Priok-Tarempa-Natuna-Tanjung Priok kembali dari Natuna ke Jakarta dengan muatan 9,5 Ton ikan hasil dari Natuna. Kapal dengan DWT sekitar 300 ton tersebut berarti hanya mempunyai muatan balik hanya 3% dari kapasitas muatannya.

Masih ada contoh contoh lain tentang sepinya muatan kapal belakangan ini, diantaranya Roro Tanjung Priok-Lampung dan Roro Tanjung Priok-Surabaya. Lalu kenapa bisa seperti itu ?

Kengototan pemerintah dengan mempercayai pakem Ship promotes the trade menjadi salah satu pemicu kapal sepi muatan tersebut. Dan hal lainnya adalah tidak adanya kesinambungan aturan antar kementerian dalam mensukseskan program tersebut.

Mempelajari komoditas dua tempat yang akan dijadikan rute adalah hal yang paling mendasar dalam menentukan bisnis transportasi, tak terkecuali kapal. Jenis dan jumlah komoditas daerah yang akan dikoneksikan akan menentukan jenis dan besarnya kapal. Karena bisnis kapal akan baik jika muatan Full and Down, tidak perduli ukuran kapal besar ataupun kecil, apabila muatan penuh maka bisnis sehat.

Sementara untuk pemanfaatan jalur laut dalam mengatasi padatnya lalu lintas dari Jakarta ke Lampung ataupun Jakarta ke Surabaya, pemerintah tidak cukup hanya sekedar mengajak swasta untuk membantunya. Law Enforcement atas kesepakatan beberapa Kementerian mutlak dibutuhkan untuk mensukseskan keinginan mulia Presiden Jokowi. Tarik ulur antara beberapa instansi akhirnya membiarkan kapal bertarung melawan jalan raya yang mudah ditebak ujung nya.

Proyek perbaikan jalan raya setiap tahun adalah lahan empuk untuk oknum yang masih memakai metode lama, jalan yang tidak pernah rusak karena tidak pernah dilewati truk berbadan berat yang sudah pindah keatas kapal tentu tidak disukai oleh para oknum tersebut. Maka tidak ada jalan lain kecuali pemberlakuan Law Enforcement di jalan raya dengan persetujuan antar Kementerian.

Suksesnya sebuah rute transportasi laut bukan ditentukan oleh keberadaan atau jumlah kapalnya, tetapi lebih kepada sebuah kebijakan atau peraturan yang tepat serta pemahaman akan potensi daerah yang akan dihubungkan. Law Enforcement dan Neraca Komoditas adalah hal Primer, sementara kapal hanyalah alat angkut yang bersifat sekunder, ship follows the trade!.(zah)


eMaritim.Com
«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post
Comments
0 Comments
close
Banner iklan disini
//test//